About Us

JANGAN MELARANG ANAK MARAH

Dear Bunda,

Melihat anak marah kadang lucu dan menggelikan. Ekspresi mereka bermacam-macam. Namun ada juga beberapa orangtua yang kewalahan menghadapi emosi anaknya ketika marah.
Bagaimanakah seharusnya?
Banu, anak laki-laki umur 5 tahun menangis keras-keras di sebuah toserba dan marah pada ibunya. Anak berbadan montok itu sepertinya ngambek. Nyaris berguling-guling di lantai bila tidak dicegah ibunya. Oh, ternyata ia marah, karena ibunya tidak mengabulkan permintaannya. Banu ingin dibelikan mobil-mobilan yang belum ia miliki. Ibunya memang telah berjanji membelikan, tapi tidak saat itu. Tak heran kalau Banu marah dan menangis sejadinya. Normalkah anak seusia Banu marah2 dan protes pada orangtuanya?

“Semua emosi pada dasarnya sehat. Entah emosi marah, sedih, takut, benci, gembira, atu cemburu. Itu normal dan sebenarnya setiap anak punya emosi. Anak harus
disadarkan bahwa punya emosi itu wajar pada setiap oranmg,” jelas Seto Mulyadi, psikolog yang kita kenal dengan panggilan Kak Seto.
Yang harus dilatih adalah marah yang tepat, pada orang dan waktu yang tepat. Itu yang harus dibimbing kepada anak-anak. “Anak yang bisa mengelola emosinya adalah anak yang cerdas secara emosi atau memiliki emotional quotion. Itulah yang harus dikembangkan pada diri anak.
Para orangtua seharusnya tidak melarang anak-anak marah-marah. Marah boleh, kok, tetapi marah yang bagus,” kata Kak Seto. Dicontohkan, misalnya seorang anak menunggu ibunya pulang kantor jam 5 sore. Tetapi ibunya datang terlambat. Dalam kasus ini anak-anak berhak marah. Peluklah anak sambil ditanya,”Kamu marah ya, Nak? Ibu bisa mengerti. Ibu minta maaf, ya?”
Setelah itu anak dimbimbing dan diberi tahu, bahwa perasaan tidak enak itu namanya marah. “Kalau anak marah, jangan dibalas dengan kemarahan. Sebab anak adalah peniru yang baik. Sebaiknya orangtua jangan sering marah-marah karena bisa
ditiru anaknya,” lanjut Kak seto.
Mengelola Emosi
Mengeluarkan emosi adalah normal, apalagi bila dikelola dengan baik. Bagaimana caranya menerapkan hal ini pada anak? “Katakan pada anak, marah boleh tetapi alasannya harus jelas. Menangis pun boleh, tetapi secukupnya saja. Setelah marah harus berbaikan lagi. Untuk mengelola emosi itu semua, anak-anak bisa diarahkan aktivitas fisik, misalnya anak boleh menyanyi keras-keras, sehingga ada luapan emosi. Atau anak laki-laki latihan bela diri. Dengan demikian emosinya tersalurkan secara positif,” jelas Kak Seto.
Kak Seto juga memberi tips atau acara meredam kemarahan atau emosi yang melupa-luap. Seminggu sekali bisa pergi ke pantai atau pegunungan, di mana anak-anak bisa teriak keras-keras untuk menetralisir ledakan-ledakan emosional. Dan itu menyehatkan. Lagi pula di tempat seperti itu tidak ada yang melarang untuk teriak keras-keras. Misal, anak bisa teriak,”Ayaaah…” atau “Ibuuu…”
Bisa juga dengan cara lain, yaitu menggambar atau mengarang. Anak menggambar ayahnya dengan warna merah semua, ternyata ia sedang marah pada ayahnya. Itu juga termasuk marah yang cerdas.
Menurut Kak Seto, seorang anak bisa stres bila tidak diberi kesempatan untuk berekspresi. Bila stes tersebut tidak tersalurkan dan hanya menumpuk terus dalam benaknya, akhirnya bisa meledak dalam bentuk berkelahi dengan temannya, tawuran, narkoba, dan hal-hal tidak baik lainnya yang bisa berkembang sampai remaja dan dewasa.
Sayangnya di zaman keterbukaan seperti sekarang ini, masih banyak orangtua yang melakukan kesalahan. Contoh kasus, masih banyak orangtua yang menuntut anaknya menjadi anak penurut, tetapi menurut versi orangtuanya. Akhirnya setelah besar anak tersebut hanya akan menjadi robot yang siap marah kapan saja, di kelak kemudian hari bila ia menginjak dewasa.
Sumber: Kidnesia
LIKE & SHARE yaa Bunda

0 Response to " JANGAN MELARANG ANAK MARAH "

Posting Komentar

Popular Post